Sunday, March 10, 2013

Australia (Melbourne) VS The Netherlands (Wageningen)

Sudah lama ide ini bersemayam dikepala saya. Awalnya lebih ke ide untuk menulis di twitter. Hal-hal singkat yang muncul di kepala setiap kali bertemu suatu peristiwa. Tapi kadang saya sedang di jalan, sedang bersepeda (ya..! saya telah resmi jadi Dutch resident by biking almost everyday to everywhere), dan akhirnya tak jua menulis satupun.

Baiklaaah mari kita mulai..! Ini berdasarkan ingatan di kepala sahaja ya.. mungkin saya akan terus meng-update postingan yang ini kalau menemukan hal-hal baru yang membuat saya membandingan tinggal disini (Wagengingen) dengan di Melbourne.
  • Besarnya Scholarship. Taraaaaa... Sudah tau mana yang lebih besar dwooonk? Di Melbourne dulu saya dapat beasiswa dari pemerintah Australi melalui program AusAid nya, dan disini saya juga memperoleh beasiswa dari pemerintah The Netherlands melaui program NFP. Sama-sama dari pemerintah lokal. Tapi let me put it this way.. Sewaktu di Melbourne, beasiswa saya lebih besar dibanding penerima beasiswa dari pemerintah Indonesia (banyak lhooo program beasiswa dari pemerintah Indo), sementara disini sebalik nya. Bagi yang ikut les bahasa engris pasti pernah diajarin arti kalimat "Let's go dutch" ketika seseorang ngajak makan bareng di cafe or resto. Ya artinya "bayar sendiri-sendiri". Atau perumpamaan orang tentang relatives nya "ah.. he's my Dutch uncle" yang padahal pamannya juga bukan Dutch. Artinya kurang lebih pamannya pelit dan (biasanya) suka mabok. Trus ada lagi "Dutch counts pennies.." Kalo sekarang lebih tepat nya "Dutch counts cents" yang artinya tau kaaan? peliiit. Sampe ke sen nya diituuung.
  • English is nobody's language. Disini ituuuh ga ada gap besar antara yang native dan yang bukan. Soalnya yang english native speakers nya juga minoritas. Beda sama di Melbourne, jelas banged antara yang native dan yang foreign student. Kalo disini banyak international student dari negara2 lain di europe yang tampangnya caucasian semua dan warna kulit ngga beda. Kalo di Melbourne yang international student paling yang dari Asia dan Africa jadi lihat "penampakan"aja udah ketahuan mana yang native mana yang ngga.
  • Cara ngeja nama ngga selama nya in English way. Untuk poin ini saya bahagiaaaa banged. Karna orang bakal nanya "How to pronounce your name?" Dan mereka ga kesulitan untuk pronouncing it. Karena katanya kaya bahasa Italy "Vi-o-la-che" berikut dengan irama pronouncing "al dente". Lha kalo di Melbourne? Tiap kali saya bilang cece, ditulis jadi "JJ". Violace jadi "vai-o-less". Dibilangin "vio-la-ce" jadi "Violachi" ala kecekek. Disini ada yang namanya Jesse, pronouncing nya "Yassa". Ianese = Jenis. Jana = Yana. Annelieke = Anelike. Jadi yaaa... Violace = Violace ya ngga aneh. Daaan.. Yassa dan Jenis itu adalah nama cowo..! 
  • Beda dengan aturan di Melbourne, kalo disini sepedaan ngga wajib pake helm 
  • Gadget nya jangan ditanya deh... Melbourne jauh lebih aware tentang updating gadget. Mobile phone aja masih belum pada smart disini. Apa mungkin karna di kampung aja ini? Tapi saya sedang membandingkan gadget2 teman2. Yang selain Asia or US, yang laen masih bertahan dengan model lama. Atau ini mungkin berkaitan dengan poin berikutnya.
  • Master students nya masih pada muda-mudaaaa... Waktu di Melbourne beda antara yang udah kerja dan melanjutkan master dengan yang fresh from Bachelor kayanya imbang ato malah banyakan yang udah kerja nya. Bahkan kelas2 nya pun disesuaikan, banyak kelas malam karna yang kuliah banyakan yang udah kerja. Lha disini? Boro-boroooo bisa sambil kerja. Kelas nya tiap hari dan yang tua itu minoritas. Kebanyakan anak2 kecil tamat bachelor dan masih gila pesta dan mabok2.
  • Barbeque ga sepopuler di Australia
  • Di tiap kelas ada gambar burger dan gelas minuman di silang. Tapi yang mo makan dan minum dari botol ga dilarang. Bahkan di perpus nya pun ada tertera jenis makanan yang boleh dimakan di perpus walopun gambar itu tetap terpampang dimana-mana. Kalo di Melbourne sie jelas banged aturannya. Mo makan, mo minum, mo angkat kaki, mo tidur dikelas terserah sesuka hati, selama ngga berisik ganggu yang laen, sementara kalo di perpus nya saklek ga boleh makan apa2.
  • Exam nya ga "menakutkan" seperti di Melbourne Uni. Kalo di Melbourne semua orang di satu hall gede dikumpulin, banyak pengawas, ga boleh bawa tas, ada pengecekan ID dan seterusnya. Kalo disini ujiannya cuma di ruang kelas biasa, pengawasnya cuma 2 orang dosen yang biasa ngajar, ga ada pemeriksaan ID, tas apapun masih dibawah kaki. Pergi ke toilet ditengah tes juga dibiarin, lucunya kalo ke toilet melewati ruangan komputer, bisa aja belok bentar ngecek jawaban kalo niat. Di toilet bisa ketemu teman dan nanya2 or diskusi tentang soal. Tapiiii ga ada seorang pun yang berniat melakukan itu.
  • Disini ngga saklek tentang aturan kaya di Melbourne. Sepeda suka semena-mena walaupun ngga ada jalurnya. Disini sepeda penguasa banged deh. Ada ruas jalan (biasanya memasuki city center or yang biasa dibilang centrum) yang sepeda dilarang lewat. Tapiii ngga ada seorangpun yang turun dari sepedanya. Kecuali di centrum yang rame, barulah pada turun.
  • Kalau di melbourne ada road sign untuk koala dan kangguru, disini ada road sign untuk bebek dan kuda. Yang artinya itu daerah perlintasan bebek dan kuda. Next time saya akan foto.
  • Satu lagi sebenarnya mau tulis tentang kopi nya. Tapi nampaknya ngga sebanding antara kampus Melbourne dan Wageningen. Maksudnya ngga bisa dibandingkan. Ngga apple to apple. Yang satu di kota yang satu di kampung. But nevertheless disini ngga banyak cafe yg jual coffee kaya di Unimelb. Kalo mau kopi ya ke coffee machine yang ada di tiap lantai di gedung utama. Atau malah ada di tiap lantai di semua gedung. Kalo di coffee machine beli cappucino bakal kena 0.50 euro sementara kalo di cafe nya (yg cuma satu di gedung utama 8 lantai) kalo ngga salah 1.25euro. Ngga ada cafe bertebaran di luar gedung kaya di Unimelb apalagi yg pake stall doank.
Kalo ngga salah ada satu lagi yang saya temukan perbedaannya, tapi sekarnag sedang lupa. I'll add it later... If I could remember it.


  • Ingat..! Ini malah hal yang sangat penting sistem perkuliahannya! Disini setiap semester dibagi jadi 3 period. Dan ada kelas tiap hari! Biasanya kelas 3 jam sehari (untuk satu subject), untuk periode yang panjang, ada 2 subjects dalam satu period yang satu kelas pagi dan satunya kelas siang (tiap hari!). Jadi totalnya 6 jam sehari di kelas! Kalau kerjaannya di kelas aja tiap hari kapan ngerjain tugas nya?? Nah itu dia... tugas nya ngga banyak! Semua dibebankan di exam. Ini yang jauh berbeda dengan Melbourne Uni (atau system di Australia). Disana satu semester cuma 4 subjects. Kalo pun ada kelas tiap hari karna ada praktikum misalnya, paling kelasnya cuma 3 jam sehari untuk satu subject. Sering nya cuma 2 jam. Jadi seminggu paling cuma total 8 jam pertemuan untuk 4 mata kuliah. Nah berhubung banyak waktu luang diluar kelas, jadilah banyak tugas. Yang ngga bisa dikerjain sekali duduk. Jadi banyak belajar sendiri nya. Sementara kalau disini tugasnya semua pasti per kelompok. Karna memang waktu untuk ngerjainnya pun ngga banyak. Balik dari kelas itu palingan udah teler. Belum waktu buat baca. Ada yang bilang system di Australia itu nyante dibanding sini. Kalau aku bilang sie lebih santai disini. Cuma perlu duduk dengerin di kelas tiap hari, semua ilmunya di sendokin. Sementara kalo di Oz tiap hari pasti baca nyari referensi buat tugas yang artinya baca, mengerti dan menulis. Tapi itu karna saya sangat peduli dengan essay dan agak kurang peduli dengan exam, jadinya saya beranggapan begitu. Bagi orang yang tidak begitu peduli dengan essay (tugas2) atau bisa ngerjain essay dalam sehari jadi, dan indikator santai atau tidaknya kuliah hanya berdasar kewajiban datang ke kampus, ya sistem Oz emang berasa nyantai banget.

Menyingkap Kabut di Negeri Empat Musim #52 : ABSURD


#52-25, 19 Feb 2013 23.14 CET

"Ya ampun Vie... Jadi.. kamu ngga mau minum, tapi dugem gapapa?"

"Dugem apaan sie..? Aku ngga dugem koq"

"Lha itu kamu bilang barusan ke pub dan dancing..."

"Halah.. aku ngga nari saman koq disana, cuma ngikutin anak-anak koridor doang, ngga nge-dance gila kaya orang mabok, bisa dibilang ngga dancing malah"

"Iya makanya... minum ga boleh, tapi dugem gapapa..?"

"Dugem apaan sie maksudnya? Minum beralkohol itu harooom... nah dugem haram dimananya? Yang dugem siapa? Aku kan cuma ikut temen-temen aja"

"Huuu... ngeles ajah.. ngga malu kamu sama kerudung...?"

"Heh.. itu udah bukan urusan kamu lagi ya.. Aku mau malu atau ngga, apa hubungannya sama kamu...?

"Deu.. galak amat non, tapi kamu ksana tetap pake kerudung kan..?"

"Itu jawabannya gampang.. tapi aku ngga mau jawab, bukan urusan kamu. Aku pake kerudung itu urusan aku sama tuhan. Ngga ada hubungannya sama kamu. Kenapa emang nya kalau aku pake kerudung, kenapa emang nya kalo ngga? Kamu yang mau ngasih dosa dan pahala emang nya?"

"Ngga Vie.. ya ampun....."

"Apanya yang ngga?"

Itu percakapan imajinasi saya dengan seseorang entah dimana. Belakangan ini emosi saya sedang dalam keadaan tidak baik. Kondisi yang dipicu oleh penyesalan akan sebuh tindakan. Atau beberapa. Entahlah... Mungkin karena saya sedikit banyak ikut peduli dengan "pikiran / pendapat orang" tentang saya. Memang lebih sering saya tidak peduli karena satu alasan sederhana, I can't do anything about that and it usually ruin my mood. Jadi ya lebih baik tak peduli. Hanya saja ketika saya peduli, saya lebih sering emosi sendiri yang merusak hari.